Monday, February 16, 2009

Seberapa Boroskah Indonesia ?

Banyak yang mengatakan, kita, Indonesia ini boros energi. Para pembicara di seminar, workshop, konferensi dan pertemuan - pertemuan lainnya melontarkan keprihatinannya akan bahaya dari pemborosan yang kita lakukan. Ya, seperti yang telah kita ketahui secara umum, perilaku dan budaya penggunaan energi kita masih memprihatinkan.



Misalkan, lampu dibiarkan menyala pada siang hari yang terang benderang; disain tata ruang yang kurang memperhatikan penerangan alami malah menggunakan terlalu banyak lampu penerangan; meninggalkan ruangan kantor terlalu lama sementara AC dan lampu dibiarkan hidup; televisi dibiarkan hidup namun tidak ditonton; komputer tetap dibiarkan hidup sementara tidak digunakan sama sekali; bahkan mengaktifkan screen saver yang justru cenderung lebih memboroskan energi listrik; dan contoh lain terkait tidak mematikan peralatan listrik ketika tidak digunakan.

Penggunaan / konsumsi energi yang berlebihan ini berakibat pada tingginya konsumsi energi kita. Di sisi lain, negara Jepang dan Amerika dikenal lebih hemat dalam menggunakan energi listrik dibandingkan dengan Indonesia. Benarkan demikian? Banyak negara, terutama negara berkembang berlomba - lomba belajar bagaimana menekan pemborosan penggunaan energi listrik pada negara maju seperti Jepang, Amerika, Jerman, dan lainnya. Berbagai macam nota kesepahaman (Memorandum of understanding / MoU) antar negara mengenai pengelolaan energi listrik, pembangunan pembangkit listrik baru, dan lain sebagainya.

Lalu sebenarnya ukuran apa yang dijadikan acuan menentukan boros atau tidak, dan bagaimana membandingkan suatu negara lebih boros dibandingkan dengan negara lainnya? Bagaimana suatu negara kekurangan pasokan energi?


Konsumsi Energi

Berdasarkan statistik menurut Energy Information Administration , dari data konsumsi energi dunia seperti yang dapat disimak pada grafik berikut:

Grafik diolah berdasarkan data dari Energy Information Administration.


Konsumsi energi listrik Indonesia pada tahun 2006 adalah sebesar 110,71 miliar kilowatt jam. Jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan jepang yang mengkonsumsi sekitar 982,46 miliar kilowatt jam. Apakah ini berarti Indonesia lebih hemat dari Jepang? Apakah ini berarti Indonesia lebih hemat dari Thailand. Apakah ini berarti Indonesia lebih boros dari Malaysia? Apakah ini berarti Indonesia lebih kekurangan energi dibandingkan dengan Malaysia?

Tentu saja BELUM TENTU. Statistik di atas adalah perhitungan konsumsi energi listrik untuk setiap negara, artinya jumlah energi listrik yang digunakan oleh negara tersebut UMUMNYA berbanding lurus dengan jumlah penduduk. Jadi semakin tinggi populasi suatu negara, semakin tinggi pula jumlah energi listrik yang dikonsumsi.


Intensitas dan Energi Per Kapita

Di sisi lain, statistik menurut Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2006 - 2025 menunjukkan perbandingan intensitas energi dan konsumsi energi per kapita beberapa negara. Selengkapnya mengenai pengertian intensitas energi dapat disimak pada artikel Istilah Seputar Konservasi Energi.

Grafik dikutip dari Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2006 - 2025


Berdasarkan grafik di atas, Indonesia memiliki intensitas energi yang paling tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa untuk menghasilkan satu satuan produksi atau jasa, Indonesia membutuhkan energi yang paling banyak. Dengan demikian terlihat bagaimana rendahnya efektifitas dan efisensi penggunaan energi di Indonesia, secara tidak langsung, menunjukkan pula bahwa harga energi di Indonesia paling tinggi di antara negara lain yang tercantum di dalam grafik tersebut.

Sedangkan konsumsi energi per kapita adalah jumlah energi rata-rata yang dikonsumsi oleh setiap penduduk di suatu negara. Sehingga semakin banyak populasi suatu negara semakin mengurangi konsumsi energi per kapita. Hal itulah yang membuat mengapa jumlah energi perkapita Indonesia rendah.

Jadi, untuk menentukan tingkat kurangnya pasokan energi suatu negara ditentukan oleh konsumsi energi per kapita? Hm... ada metode yang lebih sesuai.


Elastisitas Energi

Seperti yang telah saya sebutkan dalam artikel Istilah Seputar Konservasi Energi, elastisitas energi adalah rasio atau perbandingan antara tingkat pertumbuhan konsumsi energi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi.

Jika nilai elastisitas energi lebih besar dari 0, maka artinya pertumbuhan konsumsi energi tidak dapat mengimbangi pertumbuhan ekonomi, dengan demikian akan terjadi kekurangan kebutuhan energi.

Sebaliknya, jika elastisitas energi kurang dari 0, maka terjadi surplus pasokan energi, sehingga tersedia cadangan pasokan energi untuk kebutuhan masa mendatang.

Lalu bagaimana nilai elastisitas energi untuk Indonesia? Simak grafik berikut:

Grafik dikutip dari Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2006 - 2025


Dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia, nilai elastisitas energi Indonesia lebih tinggi, artinya Indonesia lebih kekurangan pasokan energi. Bandingkan dengan Inggris dan Jerman yang memiliki nilai elastisitas energi negatif. Mereka mempunyai cadangan pasokan energi yang melimpah.

Jika fenomena elastisitas energi Indonesia yang masih tinggi ini terus dibiarkan tanpa ada langkah - langkah penanggulangan, maka Indonesia dapat mengalami kekurangan energi yang lebih parah, bisa jadi Indonesia akan mengalami lebih banyak pemadaman bergilir.

Jadi, masih ingin berboros ria?


No comments:

Post a Comment